Pengertian pendidikan Islam
Pengertian
pendidikan Islam menurut bahasa Arab ada beberapa istilah yang dipergunakan
untuk menunjukkan pendidikan antara lain adalah at-ta’lim yang berarti
pengajaran, at-tadib yang berarti pendidikan yang bersifat khusus, attarbiyah
yang berarti pendidikan.(Asnelly
Ilyas. Mendambakan
Anak Saleh, (Bandung:
Al-Bayan, 1995), hal.20.)
Menurut
Abdur Rahman An-Nahlawi menjelaskan bahwa at-tarbiyah memiliki tiga asal
kata, yaitu dari:
a)
Raba-yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh.
b)
Raba-yarba dengan wazan khafiya-yakhfas, berarti menjadi besar.
c)
Rabba-yarubbu dengan wazan madda-yamuddu yang berarti memperbaiki,
menguasai urusan, menuntun, menjaga, dan memelihara.(Ibid)
Sedangkan
perbedaan at-tarbiyah dengan at-ta’lim menurut Muhammad Athiyah
Al-Abrasyi bahwa at-tarbiyah yaitu: Untuk mempersiapkan dan mengarahkan
potensi seseorang agar tumbuh dan berkembang. Melalui attarbiyah, dikembangkan
potensi seseorang untuk mencapai tujuan yaitu “kesempurnaan”.
At-tarbiyah menuntut
pekerjaan yang teratur, kemajuan yang terus-menerus, kesungguhan, dan pemusatan
pikiran pada anak untuk perkembangan jasmani, akal, emosi, dan kemauannya.
Kemudian at-ta’lim hanya terfokus pada penyampaian pengetahuan dan
pemikiran-pemikiran guru dengan metode yang dikehendakinya. Tujuan yang hendak
dicapai dari at-ta’lim adalah mendapatkan ilmu pengetahuan dan keahlian.
Sedangkan tujuan at-tarbiyah menjadikan anak kreatif.(Ibid)
Dalam
hal ini menurut Zuhairini, yang dikutip oleh Muhaimin menjelaskan bahwa dalam
Islam pada mulanya pendidikan disebut dangan kata “ta’lim” dan “ta’dib”
mengacu pada pengertian yang lebih tinggi, dan mencakup unsur-unsur pengetahuan (‘ilm), pengajaran (ta’lim) dan pembimbingan yang baik (tarbiyah).
Sedangkan menurut Langgulung
(1997), pendidikan Islam itu setidak-tidaknya
tercakup dalam delapan pengertian, yaitu Al-tarbiyah
al-diniyah (pendidikan keagamaan), ta’lim al-din (pengajaran agama), al-ta’lim
al-diny (pengajaran keagamaan), al-ta’lim al-Islamy (pengajaran keislaman), tarbiyah
almuslimin (pendidikan orang-orang
Islam), al-tarbiyah
fi al-Islam (pendidikan dalam
Islam), al-tarbiyah
‘inda al-muslimin (pendidikan di
kalangan orang-orang Islam), dan al-tarbiyah
al-Islamiyah (pendidikan Islam).( Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda
Karya,2004),hlm.36.)
Menurut
Muhaimin, pendidikan menurut Islam atau pendidikan Islami, yakni pendidikan
yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang
terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam
pengertian yang pertama ini, pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan
teori pendidikan yang mendasarkan diri atau dibangun dan dikembangkan dari
sumber-sumber dasar tersebut.
Menurut
Mohammad fadil Al-Djamaly, pendidikan Islam adalah proses mengarahkan manusia
kepada kehidupan yang baik dan juga mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai
dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarannya (pengaruh dari luar).
Sehubungan
dengan itu, Abdurrahman Al-Bani menyatakan bahwa pendidikan (tarbiyah) terdiri
dari empat unsur. Pertama, menjaga dan memelihara fitrah anak sebelum baligh.
Kedua, mengembangkan seluru potensi dan kehidupan yang bermacam-macam. Ketiga,
mengarahkan seluru fitrah dan potensi ini menuju kepada kebaikan dan
kesempurnaan yang layak baginya. Keempat, proses ini dilakukan secara bertahap.
Dari sini diambil kesimpulan bahwa pendidikan
Islam
adalah proses mengembangkan seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut
nilai-nilai normatif Islam.
Manusia Menurut Pendidikan Islam
Islam
memandang manusia dalam dua dimensi, yakni jasad dan ruh atau material dan
spiritual. Akan tetapi, pandangan ini tidak menghilangkan proses penciptaan,
fungsi dan tujuan hidup manusia. Lebih dari itu, Islam secara tegas mengatakan
bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah, dapat didik dan
mendidik (homo educabile), hamba Allah (‘abd Allah) yang mulia, berfungsi
sebagai pemimpin atau pengelola bumi (kholifah fi al-ardl), dan terlahir
dalam keadaan suci atau memiliki kecenderungan menerima agama atau fithrah.( Abd. Rahman Assegaf.
Pendidikan Tanpa Kekerasan, Tipologi kondisi, kasus dan konsep, (Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya, 2004), hlm. 204.)
Seperti
dalam sabda Rasul; “Manusia dilahirkan dengan fitrah (tabiat atau potensi yang
suci dan baik), hanya ibu bapak (alam sekitar)nyalah yang menyebabkan ia menjadi
Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi”.
Dalam
pendidikan Islam pada dimensi bahwa manusia sebagai makhluk yang dapat dididik
dan mendidik, manusia berpotensi sebagai objek dan subjek pengembangan diri.
Potensi pada diri manusia tidak dapat berkembang tanpa ada bantuan dari luar,
contohnya pendidikan. Makna penting dari penekanan pada potensi manusia ini
berarti memandang manusia sebagai makhluk yang berfikir, memiliki kebebasan memilih,
sadar diri, memiliki norma dan kebudayaan.
Dan
manusia juga dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk atau kejadian, baik
fisik maupun psikisnya (QS. Al-Tin: 4), serta dilengkapi dengan berbagai alat
potensial dan potensi-potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan
diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses pendidikan. Karena itulah,
maka sudah selayaknya manusia menyandang tugas sebagai khalifah Allah di muka
bumi.
Pendidik Menurut Pendidikan Islam
Pendidik,
ialah orang yang memikul tanggung jawab untuk mendidik. Maksudnya seorang
pendidik hanya manusia dewasa yang kerena hak dan kewajibabnya bertanggung
jawab tentang pendidikan anak didik.
Adapun
literatur kependidikan Islam, seorang guru biasa disebut sebagai ustadz, mu’allim, murabbiy, mursyid,
mudarris dan mu’addib. Kata ustadz biasa digunakan untuk memanggil
seorang profesor. Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk
komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Kata mu’allim berasal dari kata dasar ‘ilm yang berarti menangkap hakikat
sesuatu.
Dalam setiap ‘ilm,
terkandung dimensi teoritis dan dimensi amanah. Ini mengandung makna bahwa
seorang guru dituntut untuk mampu menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang
diajarkannya, serta menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, dan berusaha
membangkitkan peserta didik untuk mengamalkannya.
Menurut
Al-Abrayi, sebagaimana dikutip olek Ahmad Tafsir, syarat dan sifat
guru antara lain adalah:
- Guru harus selalu mengetahui karakter murid.
- Harus berusaha meningkatkan keahliannya, baik dalam bidang yang diajarkannya maupun dalam cara mengajarkannya.
- Guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berbuat berlawanan dengan ilmu yang diajarkannya.
Secara
lebih terperinci, persyaratan dan sifat-sifat pendidik (muslim) adalah
mempunyai tujuan, tingkah laku, dan pola piker yang bersifat rabbani. Selain
itu guru harus ikhlas, sabar, jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya,
dan harus mampu mengelola siswa dan tegas dalam bertindak serta meletakkan
perkara secara proporsional. Guru juga harus mempelajari praksis anak didik dan
bersifat adil kepada semua siswa.(Ibid)
Dalam
uraian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa guru dalam pandangan Islam menempati
posisi terhormat dan mulia. Tugas tersebut merupakan sarana ta’abbudiyah kepada
Allah, dan sebagai salah satu tugas kekhalifaannya.
Peserta didik Menurut Pendidikan
Islam
Faktor
peserta didik merukan faktor pendidikan yang paling penting, peserta didik
merupakan raw material (bahan mentah) di dalam proses transformasi
pendidikan. Komponen pendidikan yang lain adalah peserta didik. Peserta
didik adalah indivudu yang sama seperti manusia dewasa (pendidik).
Perserta
didik merupakan manusia dewasa yang berukuran kecil, artinya, dari struktur dan
kondisi fisiologis dan psikis, dia memiliki dimensi-dimensi yang sama dengan
manusia dewasa. Sebagai individu, ia memiliki kebutuhan biologis dan psikis,
persis seperti pendidik. Oleh karena itu, pendidik perlu bahkan harus memperhatikan
dua dimensi ini dengan baik demi terciptanya praktik pendidikan yang
benar-benar humanistik.
Dikutip
dari Hasan Langgulung dalam bukunya konsep pendidikan Al-Ghazali. Tugas-tugas
peserta didik menurut Al-Ghazali antara lain adalah:
- Belajar sebagai sarana ibadah kepada Allah.
- Semampu mungkin murid hendakknya menjauhkan diri dari urusan dunia dan mengurangi ketergantungan dirinya.
- Bersifat tawadhu’ (rendah hati).
- Harus mempelajari ilmu pengetahuan yang terpuji baik agama ataupun duniawi.
- Belajar sesuai dengan usia tinggkat perkembangan.
- Murid perlu mengetahui nilai pengetahuan dari segi manfaat yang ia peroleh.
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan
pendidikan Islam, adalah identik dengan tujuan hidup setiap orang Muslim.Tujuan
hidup setiap orang muslim dalam Al-Qur’an dinyatakan:
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka
mengabdi
kepada-Ku.(QS Al-Dzariyat [51]: 56)”
“Ibrahim berkata: "Hai anak-anakku!
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati
kecuali dalam memeluk
agama
Islam". (QS Al-Baqarah: 132)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah sebenar benar takwa kepadaNya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” (QS Ali ‘Imraan: 102)
Dalam
menetapkan tujuan pendidikan itu harus dipengaruhi oleh nilai normatif-religius.
Jadi, bahasan kali ini akan menjelaskan kajian tentang tujuan pendidikan dalam
perspektif Islam yang akan dikelompokkan menjadi beberapa bagian, mencakup
tujuan umum, tujuan akhir, tujuan sementara, dan tujuan operasional pendidikan
Islam.(
Baharuddin dan Moh. Makin. Pendidikan Humanistik.., hlm.175.)
a)
Tujuan umum pendidikan Islam
Tujuan
umum pendidikan Islam adalah tujuan Islam yang akan dicapai melalui semua
kegiatan kependidikan, baik dalam bentuk pendidikan maupun dengan cara atau
kegiatan yang lain. Tujuan umum pendidikan Islam meliputi seluru aspek
kemanusiaan, yakni aspek sikap, tingkah laku, keterampilan, kebiasaan, dan pasangan.
Tujuan
umum pendidikan Islam adalah membentuk insan kamil atau muslim paripurna.
Menurut A. Malik Fadjar, tujuan demikian masih dalam pengertian abstrak-umum.
Oleh karena itu harus dilakukan substansiasi sehingga yang abstrak-umum itu
menjadi operasional. Al-Atas mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
untuk menciptakan manusia yang baik.
Sedangkan
Marimba berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya
orangorang yang berkepribadian muslim. Selain itu, Al-Abrasyi mengatakan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia yang berakhlak mulia.
Bahkan
lebih umum lagi, Munir Mursyi mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
membentuk manusia sempurna.
Jadi,
secara umum dapat diambil jalan tengah bahwa tujuan umum pendidikan Islam
adalah terbentukknya manusia yang berkepribadian muslim untuk menghambakan diri
kepada Allah sesuai dengan tujuan penciptanya. Hal ini sesuai dengan firman
Allah:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka
mengabdi
kepada-Ku.” (QS Al-Dzariyat [51]: 56)
b)
Tujuan akhir pendidikan Islam
Sudah
dimaklumi bahwa pendidikan Islam berlangsung seumur hidup, karena itu tujuan
akhir pendidikan Islam adalah pada saat hidup manusia di dunia telah berakhir.
Formulasi tujuan akhir pendidikan Islam dalam Al-Qur’an dapat dipahami melalui
firman Allah berikut ini:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah sebenarbenar
takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan
dalam Keadaan beragama Islam.” (QS Al-Imran [3]: 102)
c)
Tujuan sementara pendidikan Islam
Tujuan
sementara merupakan tujuan yang akan dicapai setelah anak didik (peserta didik)
diberi sejumlah pengetahuan dan pengalaman tertentu yang direncanakan dalam
suatu kurikulum pendidikan (formal). Tujuan sementara merupakan tujuan untuk
mencapai tujuan-tujuan di atasnya. Dalam kegiatan pendidikan Islam, terutama
pendidikan formal, tujuan sementara untuk
membentuk
manusia sempuna atau insan kamil sudah harus kelihatan walaupun dalam ukuran
yang sederhana pada setiap jenjang pendidikannya, sekurangkurangnya beberapa
ciri pokoknya sudah tampak pada pribadi anak didik.
d)
Tujuan operasional pendidikan Islam
Tujuan
operasional pendidikan Islam merupakan tujuan praktis yang akan dicapai oleh
kegiatan pendidikan Islam (al-tarbiyah al-Islamiyah). Sebuah kegiatan
pendidikan Islam dengan bahan (materi) yang sudah dipersiapkan untuk mencapai
tujuan tertentu dari kegiatan tersebut merupakan sebuah tujuan operasional.
Dalam operasionalisasi pendidikan formal, tujuan operasional ini disebut tujuan
instruksional. Yakni tujuan yang hendak dicapai setelah kegiatan
pendidik
(instruksional) tertentu berakhir.
5.
Metode Pendidikan Islam
Metode
pendidikan (Islam) berarti cara yang teratur dan terpikir baik Islam secara
umum di bawah ini:
a)
Metode situasional, metode ini mendorong peserta didik untuk belajar
dengan
perasaan gembira dalam berbagai tempat dan keadaan.
b)
Metode tarhib wat-targhib, metode ini mendorong peserta didik untuk mempelajari
bahan pelajaran atas dasar minat (motif) dengan kesadaran pribadi tanpa ada
paksaan dan tekanan.
c)
Metode Tanya jawab
d)
Metode musyawarah dan diskusi
e)
Metode nasihat dan ceramah