Monday, April 9, 2012

Humanisasi Pendidikan ala Ki Hadjar Dewantara

0 comments
Adalah suatu kemampuan luar biasa dalam diri guru bila ia mampu menggugah rasa cinta anak didiknya akan daya cipta kreatif dan ilmu pengetahuan.
~  A lbert Einstein  ~

Saat ini,bangsa Indonesia dihadapkan pada krisis karakter yang cukup memprihatinkan.Demoralisasi merambah ke segala lini kehidupan sosial.Di berbagai media massa ,setiap hari kita di suguhi perilaku menyimpang dari apa yang di yakini masyarakat.Di masyarakat diyakini bahwa mencuri adalah tindakan amoral yang di laknat semua agama,di televise dan Koran kita melihat pencuri uang rakyat dengan bangga memakai ‘baju agama’.Di masyarakat di yakini bahwa kejujuran adalah cermin kepribadian,di media massa kita saksikan para pemimpin mengumbar kebohongan.Di masyarakat diyakini bahwa menepati janji adalah syarat pemimpin yang patut di patuhi,di dalam kehidupan bernegara kita saksikan para penguasa kerap mengingkari janjinya,dalam kenyataan sosial seperti itulah dunia pendidikan menjadi sorotan.Sekolah yang merupakan representasi penyelenggaraan pendidikan dianggap tidak pernah memberikan pendidikan moral dan budi pekerti.Sekolah dicap pihak pertama yang harus bertanggung jawab atas rusaknya tatanan moral di masyarakat.Memang banyak bukti juga yang menunjukan bahwa praktek penyimpangan moral budi pekerti masih terjadi di institusi pendidikan.Plagiarisme naskah-naskah PTK dan Tesis,penyalahgunaan dana BOS,Korupsi jam mengajar,dan hukuman kekerasan di kelas adalah contoh nyata tindakan dikalangan institusi pendidikan yang tidak mencerminkan budi pekerti luhur.

Ditengah kenyataan seperti itulah para pelajar kita di didik.Mereka diasuh dalam suasana pendidikan yang tak mampu memenuhi kebutuhan perkembangan mereka.Di sekolah mereka di didik untuk diam,patuh dan memahami nilai-nilai yang di paksakan kepadanya,di sisi lain mereka melihat kenyataan yang bertolak belakang dari apa yang di dapat dari pelajaran tersebut.Inilah yang kemudian terpaksa mereka mencari identitas di luar dunia sekolah.Kenakalan remaja,begitulah istilah yang tersemat pada mereka yang haus akan kasih sayang dan pengasuhan ini.
Dalam kamus ilmiah popular awal kata humanisasi, human berarti,mengenai manusia atau cara manusia. Humane berarti berperikemanusiaan.Humaniora berarti pengetahuan yang mencakup filsafat, kajian moral, seni, sejarah, dan bahasa. Humanis, penganut ajaran dan humanisme yaitu suatu doktrin yang menekan kepentingan-kepentingan kemanusiaan dan ideal (humanisme pada zaman renaisans didasarkan atas peradaban Yunani Purba, sedangkan humanism modern menekankan manusia secara ekslusif). Jadi humanisasi adalah proses memanusiakan manusia atau yang berhubungan dengan kemansuiaan.
Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohani ke arah kedewasaan. Menurut George F. Kneller (1967: 63), pendidikan memiliki arti luas dan sempit. Dalam arti luas, pendidikan diartikan sebagai tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi perkembangan jiwa, watak, ataupun kemauan fisik individu. Dalam arti sempit, pendidikan adalah suatu proses mentransformasikan pengetahuan, nilai-nilai, dan ketrampilan dari generasi ke generasi, yang dilakukan oleh masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan tinggi, atau lembaga-lembaga lain.Dalam Undang-Undang pasal 1 No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Hakikat Pendidikan
Pendidikan tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu, yakni mentransfer nilai (transfer of value). Selain itu, pendidikan juga merupakan kerja budaya yang menuntut peserta didik untuk selalu mengembangkan potensi dan daya kreativitas yang dimilikinya agar tetap survive dalam hidupnya. Karena itu, daya kritis dan partisipatif harus selalu muncul dalam jiwa peserta didik. Anehnya, pendidikan yang telah lama berjalan tidak menunjukkan hal yang diinginkan. Justru pendidikan hanya dijadikan alat indoktrinasi berbagai kepentingan. Hal inilah yang merupakan merupakan akar dehumanisasi.
 
Pengemasan pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran sekarang ini belum optimal seperti yang diharapkan. Hal ini terlihat dengan kekacauan-kekacauan yang muncul di masyarakat bangsa ini, diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikan yang sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap kekacauan ini. Tantangan dunia pendidikan ke depan adalah mewujudkan proses demokratisasi belajar atau humanisme pendidikan. Pembelajaran yang mengakui hak anak untuk melakukan tindakan belajar sesuai karakteristiknya.Hal penting yang perlu ada dalam lingkungan belajar yang dibutuhkan anak didik adalah kenyataan.Sadar bahwa anak memiliki kekuatan disamping kelemahan,memiliki keberanian di samping rasa takut dan kecemasan, bisa marah di samping juga bisa gembira.
 
Konsep Humanisasi Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Sebenarnya pendidikan di Indonesia bukan berjalan tanpa konsep, karena jauh sebelum merdeka orangtua kita,guru kita pahlawan bangsa ini telah mempersiapkan konsepnya dengan baik.Kita semua tahu Bapak pendidikan Indonesia,yakni Ki Hajar Dewantara.Tapi tahukah kita konsep pendidikan seperti apa yang sesungguhnya telah dirancang oleh beliau untuk negeri Indonesia ini?Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang mendidik itu sendiri.Mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi),pengangkatan manusia ke taraf insani.
Di dalam mendidik ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis).
Manusia manurut pandangan Ki Hadjar Dewantara telah dijelaskan dalam tulisannya yang berjudul Keindahan Manusia yaitu sebagai berikut:
“Manusia adalah makhluk yang berbudi, sedangkan budi artinya jiwa yang telah melalui batas kecerdasan yang tertentu, hingga menunjukkan perbedaan yang tegas dengan jiwa yang dimiliki hewan. Jika hewan hanya berisikan nafsu-nafsu kodrati, dorongan dan keinginan, insting dan kekuatan lain yang semuanya itu tidak cukup berkuasa untuk menentang kekuatan-kekuatan, baik yang datang dari luar atau dari dalam jiwanya. Jiwa hewan semata-mata sanggup untuk melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memelihara kebutuhan-kebutuhan hidupnya yang masih sanggat sederhana, misalnya makan, minum, bersuara, lari dan sebagainya.”
Pendidikan Kihajar Dewantara sangat mengedepankan ‘Humanisasi’ tetapi selama 32 tahun sejak orde baru kita telah mempraktekkan satu konsep pendidikan yang bermuara pada ‘dehumanisasi’.
Sistem pendidikan yang telah direkayasa telah menyebabkan terjadinya dehumanisasi yang oleh Freire disebut  sebagai pendidikan gaya ‘bank’ (Banking Concept Of Education). Konsep pendidikan gaya ini mengkondisikan guru untuk memberikan pelajaran pada muridnya sebagai upaya melipatgandakan hasil (dengan menjadi robot-robot intelektual) bagi kepentingan penguasa. Secara keseluran Freire mengungkapkan konsep pendidikan gaya bank sebagai berikut:
(1) Guru mengajar, murid diajar.
(2) Guru mengetahui sesuatu, murid tidak tahu apa-apa.
(3) Guru berfikir, murid patuh mendengarkan.
(4) Guru bercerita, murid patuh mendengarkan.
(5) Guru menentukan peraturan, murid diatur.
(6) Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui.
(7) Guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya.
(8) Guru memilih bahan dan isi pelajaran, murid (tanpa diminta pendapatnya) menyesuaikan dengan pelajaran itu.
(9) Guru mencampuradukkan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya, yang ia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid.
(10) Guru adalah subjek dan proses belajar, murid adalah objek belaka
Pendidikan semacam ini menimbulkan kecintaan pada sesuatu yang tidak jelas, maka terjadilah banyak generasi yang ‘bingung’ dan lari pada kenyataan hidup yang tidak bermoral. Pendidikan semacam ini oleh Erich Fromm dalam the Heart of Man  disebutkan sebagai penyebab terjadinya ‘ nekrofili’ (kecintaan terhadap sesuatu yang tidak berjiwa).
Pendidikan gaya ‘bank’ hanya menghasilkan manusia Indonesia (generasi intelek) yang menjadi penonton dan peniru, sehingga mudah dipahami mengapa suatu hasil usaha atau bahkan revolusi yang pernah dialaminya dalam sejarah kebangsaan Indonesia, pada akhirnya  hanyalah menggantikan simbol-simbol dan mitos-mitos yang lama dengan simbol-simbol atau mitos yang baru yang sebenarnya sama saja, bahkan terkadang jauh lebih buruk.
Ki Hadjar Dewantara yang mengusung pendidikan nasional dengan konsep penguatan penanaman nilai-nilai luhur yang yang dimiliki oleh bangsa sendiri secara masif dalam kehidupan anak didik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara yang dikutip Mohammad Yamin dalam sebuah penggambaran proses humanisasi, “berilah kemerdakaan kepada anak-anak didik kita: bukan kemerdekaan yang leluasa, tetapi yang ternatas oleh tuntutan-tuntutan kodrat alam yang nyata dan menuju ke arah kebudayaan, yaitu keluhuran dan kehalusan hidup manusia.Agar kebudayaan itu dapat menyelamatkan dan membahagiakan hidup dan penghidupan diri dan masyarakat, maka perlulah dipakai dasar kebangsaan, tetapi jangan sekali-kali dasar ini melanggar atau bertentangan dengan dasar yang lebih luas yaitu dasar kemanusiaan”
 
Metode Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara merangkum konsep yang dikenal dengan istilah Among Methode atau sistem among. Among mempunyai pengertian menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang. Pelaksana “among” (momong) disebut Pamong, yang mempunyai kepandaian dan pengalaman lebih dari yang diamong.
Tujuan sistem among membangun anak didik menjadi manusia beriman dan bertakwa, merdeka lahir batin, budi pekerti luhur, cerdas dan berketrampilan, serta sehat jasmani rohani agar menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia pada umumnya.
Sistem among yang menyokong kodrat alam anak didik bukan dengan “perintah-paksaan”, tetapi dengan tuntunan agar berkembang hidup lahir dan batin anak menurut kodratnya secara subur dan selamat. Sistem among mengemukakan dua prinsip dasar, yaitu:
1.      Kemerdekaan merupakan syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin sehingga bisa hidup merdeka, tidak berada dalam kekuasaan golongan apapun.
2.      Kodrat alam adalah syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya. Kodrat alam tersebut adalah bahwa alam yang selama ini ada harus dijaga dengan sedemikian baik, jangan dirusak karena alam menjadi modal bagi pendidikan anak didik agar bertanggung jawab melestarikan dan memajukannya.Ikhtiar ini merupakan upaya memanusiakan kembali manusia (humanisasi) sebagai pilihan reformasi pendidikan di Indonesia. Humanisasi adalah satu-satunya pilihan dalam kemanusiaan, Karena walaupun dehumanisasi adalah kenyataan  sepanjang sejarah kehidupan manusia dan
tetap merupakan satu kemungkinan ontologis di masa mendatang, namun ia bukan merupakan keharusan sejarah.   Secara dialektis suatu kenyataan tidak mesti menjadi suatu keharusan.
Ki Hadjar Dewantara menempatkan jiwa merdeka sebagai sifat kodrati sang anak yang harus ditumbuh kembangkan melalui pendidikan dan pengajaran,Sehingga meminimalisir atau bahkan menghilangkan penyimpangan moral budi pekerti.

Leave a Reply