Siang menjelang dzuhur. Salah satu
Iblis ada di Masjid. Kebetulan hari itu Jum'at, saat berkumpulnya orang. Iblis
sudah ada dalam Masjid. Ia tampak begitu khusyuk. Orang mulai berdatangan.
Iblis menjelma menjadi ratusan bentuk & masuk dari segala penjuru, lewat
jendela, pintu, ventilasi, atau masuk lewat lubang pembuangan air.
Pada setiap orang, Iblis juga masuk
lewat telinga, ke dalam syaraf mata, ke dalam urat nadi, lalu menggerakkan
denyut jantung setiap para jamaah yang hadir. Iblis juga menempel di setiap
sajadah. "Hai, Blis!", panggil Kiai, ketika baru masuk ke Masjid itu.
Iblis merasa terusik : "Kau kerjakan saja tugasmu, Kiai. Tidak perlu kau
larang-larang saya. Ini hak saya untuk menganggu setiap orang dalam Masjid
ini!", jawab Iblis ketus.
"Ini rumah Tuhan, Iblis! Tempat
yang suci, Kalau kau mau ganggu, kau bisa diluar nanti!", Kiai mencoba
mengusir.
"Kiai, hari ini, adalah hari
uji coba sistem baru". Kiai tercenung. "Saya sedang menerapkan cara
baru, untuk menjerat kaummu". "Dengan apa?"
"Dengan sajadah!"
"Apa yang bisa kau lakukan
dengan sajadah, Blis?"
"Pertama, saya akan masuk ke
setiap pemilik saham industri sajadah. Mereka akan saya jebak dengan mimpi
untung besar. Sehingga, mereka akan tega memeras buruh untuk bekerja dengan
upah di bawah UMR, demi keuntungan besar!"
"Ah, itu kan memang cara lama
yang sering kau pakai. Tidak ada yang baru,Blis?"
"Bukan itu saja Kiai..."
"Lalu?"
"Saya juga akan masuk pada
setiap desainer sajadah. Saya akan menumbuhkan gagasan, agar para desainer itu
membuat sajadah yang lebar-lebar"
"Untuk apa?"
"Supaya, saya lebih berpeluang
untuk menanamkan rasa egois di setiap kaum yang Kau pimpin, Kiai! Selain itu,
Saya akan lebih leluasa, masuk dalam barisan sholat. Dengan sajadah yang lebar
maka barisan shaf akan renggang. Dan saya ada dalam kerenganggan itu. Di situ
Saya bisa ikut membentangkan sajadah".
Dialog Iblis dan Kiai sesaat
terputus. Dua orang datang, dan keduanya membentangkan sajadah. Keduanya
berdampingan. Salah satunya, memiliki sajadah yang lebar. Sementara, satu lagi,
sajadahnya lebih kecil. Orang yang punya sajadah lebar seenaknya saja
membentangkan sajadahnya, tanpa melihat kanan-kirinya. Sementara, orang yang
punya sajadah lebih kecil, tidak enak hati jika harus mendesak jamaah lain yang
sudah lebih dulu datang. Tanpa berpikir panjang, pemilik sajadah kecil
membentangkan saja sajadahnya, sehingga sebagian sajadah yang lebar tertutupi
sepertiganya.
Keduanya masih melakukan sholat
sunnah.
"Nah, lihat itu Kiai!",
Iblis memulai dialog lagi.
"Yang mana?"
"Ada dua orang yang sedang
sholat sunnah itu. Mereka punya sajadah yang berbeda ukuran. Lihat sekarang,
aku akan masuk diantara mereka".
Iblis lenyap.
Ia sudah masuk ke dalam barisan
shaf.
Kiai hanya memperhatikan kedua orang
yang sedang melakukan sholat sunah. Kiai akan melihat kebenaran rencana yang
dikatakan Iblis sebelumnya. Pemilik sajadah lebar, rukuk. Kemudian sujud.
Tetapi, sembari bangun dari sujud, ia membuka sajadahya yang tertumpuk, lalu meletakkan
sajadahnya di atas sajadah yang kecil. Hingga sajadah yang kecil kembali berada
di bawahnya. Ia kemudian berdiri. Sementara, pemilik sajadah yang lebih kecil,
melakukan hal serupa.
Ia juga membuka sajadahnya, karena
sajadahnya ditumpuk oleh sajadah yang lebar. Itu berjalan sampai akhir sholat.
Bahkan, pada saat sholat wajib juga, kejadian-kejadian itu beberapa kali
terihat di beberapa masjid. Orang lebih memilih menjadi di atas, ketimbang
menerima di bawah. Di atas sajadah, orang sudah berebut kekuasaan atas lainnya.
Siapa yang memiliki sajadah lebar, maka, ia akan meletakkan sajadahnya diatas
sajadah yang kecil. Sajadah sudah dijadikan Iblis sebagai pembedaan kelas.
Pemilik sajadah lebar, diindentikan
sebagai para pemilik kekayaan, yang setiap saat harus lebih di atas dari pada
yang lain. Dan pemilik sajadah kecil, adalah kelas bawah yang setiap saat akan
selalu menjadi sub-ordinat dari orang yang berkuasa.
Di atas sajadah, Iblis telah
mengajari orang supaya selalu menguasai orang lain.
"Astaghfirullahal adziiiim
", ujar sang Kiai pelan.