Tulisan ini dimaksudkan bukan untuk mencari
kebenaran dan mematahkannya tetapi mencari kebenaran dari teori dan cerita yang
pernah didengar oleh saya sebelumnya. Jadi anggaplah ini sekedar cerita
atau sharing yang letak kebenaran sesungguhnya ada didalam kalbu kita
masing2. Ehm… langsung aja kita mulai ceritanya… duduk yang manis dan
jangan melotot kayak gitu, jangan lupa sediakan kopi jadi bisa baca sambil
ngopi..
O ya, buat yang non muslim juga boleh membaca
tulisan ini, siapa tahu bisa menjawab keraguan anda dan mohon jangan
diperdebatkan.. cukup kita fikirkan kebenarannya gitu aja.. karena kita sesama
mahluk ciptaan Tuhan diberikan akal dan fikiran, ingat musuh utama kita bukan
perbedaan akan tetapi Setan.. okeh? Sekali lagi tulisan ini saya rangkum
dari sumbernya dan bukan sepenuhnya saya tulis, namun ada beberapa pendapat
yang saya tuliskan disini.
7 lapisan langit dan kaitannya dengan dimensi
Sekarang kita bicarakan dari segi ilmu manusia, dan mudah2an ini bisa
dipahami… karena saya sendiri berkunang2 waktu mempelajari dan membacanya..he..
Bila membaca sejarah Isra’ Mi’raj nabi, kemungkinan yang dimaksud 7 lapisan
langit di sini bukan berarti langit tersebut menumpuk secara berlapis-lapis
seperti kue lapis, tapi ketujuh lapisan tersebut semakin meningkat kedudukannya
sesuai dengan bertambah tingkat dimensinya.
Pertambahan tingkat dimensi ketujuh lapisan langit tersebut hanya bisa
digambarkan dengan memproyeksikannya ke langit pertama (dimensi ruang yang
dihuni oleh kita) yang berdimensi tiga. Karena hanya ruang berdimensi tiga
inilah yang bisa difahami oleh kita. Secara analog, kita bisa membuat
perumpamaan sebagai berikut :
Pada gambar 1 tampak bahwa sebuah garis berdimensi 1 tersusun dari
titik-titik dalam jumlah tak terbatas. Sama kayak istilah pixel dalam desain
grafis, dimana gambar yang tercipta adalah himpunan titik2 yang sangat banyak
dan dengan warna yang beragam sehingga membentuk pola tertentu menjadi
gambar. Titik2 ini akan membentuk garis yang kemudian garis-garis
tersebut disusun dalam jumlah tak terbatas hingga menjadi sebuah luasan
berdimensi 2 (Gambar 2). Dan jika luasan-luasan serupa ini ditumpuk ke atas
dalam jumlah yang tak terbatas, maka akan terbentuk sebuah balok (ruang
berdimensi 3).
Kesimpulannya adalah sebuah ruang berdimensi tertentu tersusun oleh ruang
berdimensi lebih rendah dalam jumlah yang tidak terbatas. Atau dengan kata lain
ruang yang berdimensi lebih rendah dalam jumlah yang tidak terbatas akan
menyusun menjadi ruang berdimensi yang lebih tinggi. Misalnya, ruang 3 dimensi
– dimensi ruang yang sekarang dihuni oleh kita ini – dengan jumlah tak terbatas
menyusun menjadi satu ruang berdimensi empat. Demikian seterusnya
sehingga setiap dimensi yang satu dengan yang lain saling berkaitan.
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Langit pertama
Ruang berdimensi 3 yang dihuni oleh makhluk berdimensi 3, yakni manusia,
binatang, tumbuhan dan lain-lain yang tinggal di bumi beserta benda-benda
angkasa lainnya dalam jumlah yang tak terbatas. Namun hanya satu lapisan ruang
berdimensi 3 yang diketahui berpenghuni, dan bersama-sama dengan ruang
berdimensi 3 lainnya. Jadi dimensi 3 adalah dimensi yang sangat kasar dan
padat, sehingga dapat diraba dan dilihat dengan kasat mata. Alam semesta kita
ini menjadi penyusun langit kedua yang berdimensi 4. Benarkah demikian?
Mari difikirkan bersama kebenarannya..
Langit kedua
Ruang berdimensi 4 yang dihuni oleh bangsa jin beserta makhluk berdimensi 4
lainnya. Sehingga mahluk di dimensi 3 tidak akan bisa melihat mahluk di dimensi
4, tetapi mahluk dimensi 4 kemungkinan bisa melihat mahluk dimensi 3.
Ruang berdimensi 4 ini bersama-sama dengan ruang berdimensi 4 lainnya membentuk
langit yang lebih tinggi, yaitu langit ketiga.
Langit ketiga
Ruang berdimensi 5 yang di dalamnya “hidup” arwah dari orang-orang yang
sudah meninggal atau mungkin alam kubur. Mereka juga menempati langit
keempat sampai dengan langit keenam tergantung tingkatannya. Dalam perjalanan
Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad, diceritakan bahwa Rasulullah bertemu dengan nabi2
terdahulu yang berbeda2 disetiap lapisannya. Langit ketiga ini
bersama-sama dengan langit ketiga lainnya menyusun langit keempat dan
seterusnya hingga langit ketujuh yang berdimensi 9.
Bisa dibayangkan betapa besarnya langit ketujuh itu. Karena ia adalah jumlah
kelipatan tak terbatas dari langit dunia (langit pertama) yang dihuni oleh
manusia. Berarti langit dunia kita ini berada dalam struktur langit yang enam
lainnya, termasuk langit yang ketujuh ini. Jika alam akhirat, surga dan neraka
terdapat di langit ke tujuh, maka bisa dikatakan surga dan neraka itu begitu
dekat dengan dunia kita tapi berbeda dimensi.
Seperti disebutkan sebelumnya bahwa langit dunia kita ini merupakan bagian
dari struktur langit ketujuh. Berarti alam dunia ini merupakan bagian terkecil
dari alam akhirat. Penjelasan ini sesuai dengan hadist Nabi:
“Perbandingan antara alam dunia dan akhirat adalah seperti air samudera,
celupkanlah jarimu ke samudera, maka setetes air yang ada di jarimu itu adalah
dunia, sedangkan air samudera yang sangat luas adalah akhirat”.
Perumpamaan setetes air samudera di ujung jari tersebut menggambarkan dua
hal:
- Ukuran alam dunia dibandingkan alam akhirat adalah seumpama setetes air di ujung jari dengan keseluruhan air dalam sebuah samudera. Hal ini adalah penggambaran yang luar biasa betapa luasnya alam akhirat itu.
- Keberadaan alam dunia terhadap alam akhirat yang diibaratkan setetes air berada dalam samudera. Perumpamaan tersebut menunjukkan bahwa alam dunia merupakan bagian dari alam akhirat, hanya ukurannya yang tak terbatas kecilnya. Begitu juga dengan kualitas dan ukuran segala hal, baik itu kebahagiaan, kesengsaraan, rasa sakit, jarak, panas api, dan lain sebagainya, di mana ukuran yang dirasakan di alam dunia hanyalah sedikit sekali.
Berbagai ruang dimensi dan interaksi antar makhluk penghuninya
1. Langit pertama atau langit dunia
Seperti disebutkan pada ayat 11-12 Surat Fushshilat di atas, maka yang
disebut langit yang dekat tersebut adalah langit dunia kita ini atau disebut
juga alam semesta kita ini. Digambarkan bahwa langit yang dekat itu dihiasi
dengan bintang-bintang yang cemerlang, dan memang itulah isi yang utama dari
alam semesta. Bintang-bintang membentuk galaksi dan kluster hingga
superkluster. Planet-planet sesungguhnya hanyalah pecahan dari bintang-bintang
itu. Seperti tata surya kita, matahari adalah sebuah bintang dan sembilan
planet yang mengikatinya adalah pecahannya, atau pecahan bintang terdekat
lainnya. Sedangkan tokoh utama di langit pertama ini adalah kita manusia yang
mendiami bumi, planet anggota tata surya.
Langit pertama ini tidak terbatas namun berhingga. Artinya batasan luasnya
tidak diketahui tapi sudah bisa dipastikan ada ujungnya. Diperkirakan diameter
alam semesta mencapai 30 miliar tahun cahaya. Artinya jika cahaya dengan
kecepatannya 300 ribu km/detik melintas dari ujung yang satu ke ujung lainnya,
maka dibutuhkan waktu 30 miliar tahun untuk menempuhnya.
Penjelasan gambar:
Apabila digambarkan bentuknya kira-kira seperti sebuah bola dengan
bintik-bintik di permukaannya. Di mana bintik-bintik tersebut adalah bumi dan
benda-benda angkasa lainnya. Apabila kita berjalan mengelilingi permukaan bola
berkeliling, akhirnya kita akan kembali ke titik yang sama. Permukaan bola
tersebut adalah dua dimensi. Sedangkan alam semesta yang sesungguhnya adalah
ruang tiga dimensi yang melengkung seperti permukaan balon itu. Jadi
penggambarannya sangat sulit sekali sehingga diperumpamakan dengan sisi bola
yang dua dimensi agar memudahkan penjelasannya.
2. Langit kedua
Seperti diterangkan sebelumnya bahwa setiap lapisan langit tersusun secara
dimensional. Diasumsikan bahwa pertambahan dimensi setiap lapisan adalah 1
dimensi. Jadi apabila langit pertama atau langit dunia kita ini berdimensi 3,
maka langit kedua berdimensi 4. Langit kedua ini kemungkinan dihuni oleh
makhluk berdimensi 4, yakni bangsa jin.
Penjelasan gambar:
Apabila digambarkan posisi langit kedua terhadap langit pertama adalah
seperti gambaran balon pertama tadi. Di mana bagian permukaan bola berdimensi 2
adalah alam dunia kita yang berdimensi 3, sedangkan ruangan di dalam balon yang
berdimensi 3 adalah langit kedua berdimensi 4. Jadi apabila kita melintasi alam
dunia harus mengikuti lengkungan bola, akibatnya perjalanan dari satu titik ke
titik lainnya harus menempuh jarak yang jauh. Sedangkan bagi bangsa jin yang berdimensi
4 mereka bisa dengan mudah mengambil jalan pintas memotong di tengah bola,
sehingga jarak tempuh menjadi lebih dekat.
Deskripsi lain adalah seperti gambar berikut:
:
Bayangkanlah permukaan
tembok dan sebuah ruangan yang dikelilingi oleh dinding-dindingnya. Umpamakan
ada dua jenis makhluk yang tinggal di sana. Makhluk pertama adalah makhluk
bayang-bayang yang hidup di permukaan tembok berdimensi 2. Sedangkan makhluk
kedua adalah makhluk balok berdimensi 3. Ingatlah analogi alam berdimensi 3
dengan makhluk manusianya adalah permukaan tembok dan makhluk bayang-bayangnya,
sedangkan alam berdimensi 4 dan makhluk jinnya adalah ruangan berdimensi 3
dengan baloknya.
Tampak dengan mudah dilihat bahwa kedua alam berdampingan dan kedua makhluk
hidup di alam yang berbeda. Kedua makhluk juga mempunyai dimensi yang berbeda,
bayang-bayang berdimensi 2 sedangkan balok berdimensi 3. Makhluk berdimensi 2,
yaitu bayang-bayang tidak bisa memasuki ruangan berdimensi 3, dia tetap berada
di tembok, sedangkan makhluk berdimensi 3 yakni balok dapat memasuki alam
berdimensi 2, yakni tembok. Bagaimanakah caranya balok bisa memasuki dinding
yang berdimensi 2?
Balok yang berdimensi 3 memiliki permukaan berdimensi 2 yakni bagian
sisi-sisinya. Apabila si balok ingin memasuki alam berdimensi dua, dia cukup
menempelkan bagian sisinya yang berdimensi 2 ke permukaan tembok. Bagian sisi
balok sudah memasuki alam berdimensi 2 permukaan tembok. Bagian sisi balok ini
dapat dilihat oleh makhluk bayang-bayang di tembok sebagai makhluk berdimensi 2
juga. Analoginya adalah jin yang dilihat oleh kita penampakannya di alam dunia
sebenarnya berdimensi 4 tetapi oleh indera kita dilihat sebagai makhluk
berdimensi 3 seperti tampaknya sosok kita manusia.
3. Langit ketiga sampai dengan langit ketujuh
Langit ketiga sampai dengan keenam dihuni oleh arwah-arwah, sedangkan langit
ke tujuh adalah alam akhirat dengan surga dan nerakanya. Analoginya sama dengan
langit kedua di atas, karena pengetahuan kita hanya sampai kepada alam
berdimensi 3.
Dapat diartikan bahwa sebenarnya alam semesta ini ada dalam satu ruang
lingkup namun berbeda tingkatannya. Tingkatan yang dimaksud disini adalah
tingkatan kepadatan partikel dan dimensi penyusun bentuk atau zatnya.
Dengan demikian, dunia tempat kita berpijak ini titik koordinatnya sama dengan
dunia pada dimensi lain hanya saja terpisah alam atau dimensi.
Tingkatan Mahluk dan Unsur Kehidupan
Ini dari pendapat saya sendiri setelah mengamati dan membaca banyak buku
kemungkinan mahluk hidup yang ada dialam semesta ini tercipta dari beberapa
tingkatan partikel atau penyusun jasadnya. Dari adanya perbedaan dimensi
tersebut maka dapat difikirkan bahwa mahluk hidup dan unsurnya juga memiliki
beberapa tingkatan. Mulai dari unsur yang keras dan padat, cair, gas, dan
cahaya. Partikel yang paling padat adalah benda keras dan tampak dengan
kasat mata seperti kita manusia yang terbentuk dari banyak partikel padat,
tanah, batu, pasir, debu, termasuk air, sedangkan partikel padat yang paling
kecil adalah gas. Mahluk yang tercipta dari partikel padat ini adalah
seperti manusia, hewan, tumbuhan, beserta semua benda yang ada di alam semesta
Dimensi 3 kita ini.
Partikel kedua adalah partikel halus yang tidak kasat mata seperti listrik,
bau, suara, angin atau udara, partikel ini memiliki unsur penyusun tetapi
sangatlah halus atau ghaib. Misalnya listrik yang tersusun dari
ion2 positif dan negatif, dan udara yang merupakan partikel ringan yang
melayang atau Oksigen. Partikel ini tidak dapat ditangkap dan dilihat
tetapi dapat dirasakan serta dapat juga memberikan sentuhan, dorongan, panas,
dingin, serta getaran. Misalnya angin yang bergesek dengan benda padat
akan menghasilkan suara, demikian pula suara yang kita keluarkan dari mulut
adalah hasil gesekan antara angin yang keluar dari paru2 kita dengan pita
suara.
Partikel yang paling halus lagi adalah api,
dimana api ini sifatnya hidup, membutuhkan oksigen dan mengeluarkan unsur
panas. Api tidak dapat disentuh tetapi dapat dilihat karena adanya cahaya
yang merupakan hasil dari pembakarannya dan dapat dirasakan yakni adanya
panas. Api juga memiliki warna sehingga cahaya yang dihasilkannya juga
bisa menghasilkan warna tergantung unsur pembakarnya. Mahluk yang
tercipta dari api ini adalah sebangsa jin yang berada di Dimensi 4.
Partikel yang sangat halus adalah cahaya, cahaya
ini sebenarnya berasal dari adanya api atau pembakaran. Cahaya tidak
terpengaruh dengan hukum2 fisika dan momentum. Cahaya dapat mengisi ruang
gelap, dan dapat pula berwarna sesuai dengan warna dari unsur padat yang dipantulkannya.
Cahaya tidak dapat dipegang, kalaupun bisa dilihat sifatnya adalah semu… dan
tidak bisa kita gambarkan dengan rumus kimia apapun. Mahluk yang tercipta
dari cahaya ini adalah bangsa Malaikat dan berada di Dimensi 9.
Selanjutnya ada lagi yang misteri, yaitu ruh… apakah ruh ini bisa
digambarkan dengan lugas seperti yang dijelaskan dalam dimensi2 diatas?
Kemungkinan, ruh ini lebih halus lagi dari semua unsur yang kita kenal.. ruh
inilah yang hidup dan kekal tidak mati. Artinya meskipun jasad kita telah
mati, akan tetapi itu tidak berlaku pada ruh. Apakah benar ruh juga
berada pada dimensi yang berbeda seperti yang dijelaskan pada cerita
diatas? Ruh orang yang telah mati akan tertahan sementara di alam atau
dimensi lain sebelum akhirnya nanti dikumpulkan dan dihidupkan kembali, yaitu
alam barzah. Benarkah..? ini opini berdasarkan yang pernah saya baca dan
dengar saja. Ruh ini tidak terpengaruh oleh waktu, sehingga sifatnya
kekal.
Dengan demikian berarti kita manusia adalah mahluk yang paling rendah unsur
penyusunnya, itulah sebabnya mengapa bangsa jin tidak mau bersujud dihadapan
Adam karena mereka merasa bahwa mereka mahluk yang lebih tinggi dari
manusia. Tetapi dari semua mahluk ciptaan Allah SWT, ruh kita adalah sama
meskipun unsur penyusunnya berbeda. Benarkah demikian? Belum tahu
kebenarannya ni karena belum ada juga dalil dan teorinya atau mungkin saya
belum pernah baca kali ya?
Zat Sang Pencipta
Zat sang maha pencipta adalah zat yang maha mulia dan maha sempurna, kita
tidak akan bisa mengetahui seperti apa zatnya dan seperti apa bentuknya.
Allah SWT tidak berada di dimensi manapun, tapi meliputi semua dimensi itu.
Wajah Allah tidak serupa dengan wajah manapun. Dalam keberadaannya,Tuhan tidak
bukan berada di sini bukan di situ, bukan begini bukan begitu. Tidak ada yang
bisa menjelaskan kecuali Allah sendiri yg menjelaskan.
Muhammad SAW sendiri terpesona dan tidak mampu berkata apa-apa ketika
berhadapan dengan Allah Swt, lalu beliau tersungkur dan tidak mampu memandang.
Nabi Musa As pun tersungkur menatap kehadiran Allah di bukit Sinai, untuk itu
Allah “terpaksa” menghadirkan simbol di dimensi ketiga berupa pancaran api yang
membakar ilalang agar Musa sanggup menghadapinya.
Keajaiban Isra dan Miraj
Cerita mengenai luasnya alam semesta ini sebenarnya bisa dijelaskan melalui
peristiwa perjalanan Rasulullah saat Isra’ Mi’raj… Saya aja baru menyadari akan
hal ini, padahal dari kecil acara Isra’ Mi’raj selalu saya ikuti tapi maksudnya
yang diambil hikmahnya hanya perintah menunaikan ibadah Sholat lima
waktu. Ternyata ada ilmu pengetahuannya juga bila kita lihat dari sudut
pandang yang berbeda, yaitu segi keilmuan.
Allah Swt berfirman di dalam Alquran Surah Al-Israa’ ayat 1:
“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya
agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda–tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Dari ayat tersebut tampak jelas bahwa perjalanan
luar biasa itu bukan kehendak dari Rasulullah Saw sendiri, tapi merupakan
kehendak Allah Swt. Untuk keperluan itu Allah mengutus malaikat Jibril as
(makhluk berdimensi 9) beserta malaikat lainnya sebagai pemandu perjalanan suci
tersebut. Dipilihnya malaikat sebagai pengiring perjalanan Rasulullah Saw
dimaksudkan untuk mempermudah perjalanan melintasi ruang waktu.
Selain Jibril as dan kawan-kawan, dihadirkan juga
kendaraan khusus bernama Buraq, makhluk berbadan cahaya dari alam malakut. Nama
Buraq berasal dari kata barqun yang berarti kilat. Perjalanan dari kota Makkah
ke Palestina berkendaraan Buraq tersebut ditempuh dengan kecepatan cahaya,
sekitar 300.000 kilo meter per detik.
Pertanyaan mendasar adalah bagaimanakah
perjalanan dengan kecepatan cahaya itu dilakukan oleh badan Rasulullah Saw yang
terbuat dari materi padat? Untuk malaikat dan Buraq tidak ada masalah karena
badan mereka terbuat dari cahaya juga. Seandainya badan bermateri padat seperti
tubuh kita dipaksakan bergerak dengan kecepatan cahaya, bisa diduga apa yang
akan terjadi. Badan kita mungkin akan terserai berai karena ikatan antar
molekul dan atom bisa terlepas.
Jawaban yang paling mungkin untuk pertanyaan itu
adalah tubuh Rasulullah Saw diubah susunan materinya menjadi cahaya.
Bagaimanakah hal itu mungkin terjadi?
Teori yang memungkinkan adalah teori Annihilasi.
Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materinya. Dan
jika materi direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut
bisa lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma.
Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika partikel proton
direaksikan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (anti elektron),
maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gamma,
dengan energi masing-masing 0,511 MeV (Multiexperiment Viewer) untuk pasangan
partikel elektron, dan 938 MeV untuk pasangan partikel proton.
Sebaliknya apabila ada dua buah berkas sinar
gamma dengan energi sebesar tersebut di atas dilewatkan melalui medan inti
atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan
partikel tersebut di atas. Hal ini menunjukkan bahwa materi bisa dirubah
menjadi cahaya dengan cara tertentu yang disebut annihilasi dan sebaliknya.
Nah, kalau dihitung jarak Mekkah – Palestina
sekitar 1500 km ditempuh dengan kecepatan cahaya, maka hanya dibutuhkan waktu
sekitar 0,005 detik dalam ukuran waktu kita di bumi.
Sesampainya di Palestina tubuh Rasulullah Saw
dikembalikan menjadi materi. Peristiwa ini mungkin lebih dikenal seperti
teleportasi dalam teori fisika kwantum. Dari Palestina dilanjutkan dengan
perjalanan antar dimensi ke Sidratul Muntaha, yakni dari langit dunia (langit
pertama) ke langit kedua, ketiga sampai dengan langit ketujuh dan berakhir di
Sidratul Muntaha.
Yang perlu dipahami adalah perjalanan antar
dimensi bukanlah perjalanan berjarak jauh atau pengembaraan angkasa luar,
melainkan perjalanan menembus batas dimensi. Karena walaupun tubuh Rasulullah
Saw diubah menjadi cahaya seperti perjalanan dari Mekkah ke Palestina, tidak
akan selesai menempuh perjalanan di langit pertama saja. Bukankah untuk
menempuh diameter alam semesta diperlukan 30 miliar tahun dengan menggunakan
kecepatan cahaya. Jadi bagaimana caranya?
Seperti telah disebutkan di atas dalam penjelasan
posisi antar dimensi bahwa posisi langit kedua dengan langit pertama
dianalogikan seperti sebuah ruangan berdimensi 3 dengan dinding tembok
berdimensi 2. Makhluk bayangan berdimensi 2 di tembok tidak bisa memasuki
ruangan berdimensi 3, kecuali ada bantuan dari makhluk berdimensi lebih tinggi,
minimal dari makhluk berdimensi 3, yakni balok. Caranya si balok menempelkan
salah satu sisinya ke tembok dan makhluk bayangan menempelkan diri ke sisi
balok itu. Dengan menempel di sisi balok dan mengikutinya, makhluk bayangan
bisa memasuki ruang berdimensi 3 dan meninggalkan wilayah berdimensi 2, yakni
dinding tembok.
Begitulah kira-kira analogi bagaimana Rasulullah
Saw melakukan perjalanan antar dimensi. Dengan kehendak Allah Swt, Jibril
membawa Rasulullah Saw melakukan perjalanan dari langit pertama hingga langit
ketujuh lalu ke Sidratul Muntaha. Perjalanan ini bukan perjalanan jauh seperti
telah disebutkan tadi. Kejadian itu terjadi di tempat Rasulullah Saw terakhir
duduk shalat di Masjidil Aqsa Palestina, karena ruang berdimensi 4, 5 dan
seterusnya itu persis berada di sebelah kita, hanya kita tidak melihatnya dan
tidak bisa mencapainya.
Wajar saja perjalanan Isra Miraj Rasulullah Saw
dari Mekkah ke Palestina dan kemudian dilanjutkan dengan perjalanan ke Sidratul
Muntaha hanya terjadi dalam semalam. Bayangkan dalam zaman ketika pemahaman
manusia tentang sains dan teknologi belum seperti sekarang, seorang Abu Bakar
Ash Shiddiq Ra. Sahabat yang suci bisa beriman dan menerima kebenaran cerita
Rasulullan Saw tanpa sanggahan.
Begitu dekatnya jarak alam dunia (langit pertama)
dengan alam akhirat (langit ketujuh) yang sangat dekat sudah digambarkan oleh
hadist dari Jabir bin Abdullah. Ketika itu Rasulullah Saw didatangi oleh lelaki
berwajah bersih dan berbaju putih (yang ternyata adalah malaikan Jibril as yang
memasuki dimensi alam manusia) :
Bertanya orang itu lagi (yakni Jibril as), “Berapakah jaraknya dunia
dengan akhirat?” Bersabda Rasulullah SAW, “Hanya sekejap mata saja.”
Wallahua’lam
Sebenarnya tulisan diatas saya rangkum dari berbagai sumber, tetapi sudah
saya gabung2kan dengan teori yang menurut saya masih perlu dicari kebenarannya…
Tapi kebenaran yang diungkap ini bukan untuk mencari fakta kesalahan, tetapi
untuk menguatkan iman kita betapa maha agungnya Allah SWT sebagai
pencipta. Betapa luasnya alam semesta yang diciptakannya. Hingga
saat ini misteri 7 lapis langit ini masih banyak perdebatannya, karena maklum
manusia ini penuh dengan logika dan terlalu rasional… maka Allah SWT menyuruh
kita memperkuat iman baru akal fikiran, agar kita tidak sesat karena pemikiran
kita sendiri.Hal ini bisa di pahami bukan hanya orang berakal tetapi orang yang menggunakan akalnya...Wallahualam